Perairan Indonesia selaku tempat tropika memiliki sumberdaya rumput laut yang cukup besar baik selaku sumberdaya plasma nutfah dengan kurang lebih 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia (ekspedisi Laut Siboga 1899-1900 oleh Van Bosse). Jenis yang banyak terdapat di perairan Indonesia ialah Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargasum dan Turbinaria. Dari beberapa jenis rumput laut telah bisa dikembangkan ratusan jenis produk yang bisa dimanfaatkan dalam aneka macam bidang, antara lain pada industri pangan dan non pangan. Sebagian besar rumput laut dari Indonesia masih di ekspor dalam bentuk kering dan gres sebagian kecil diolah dalam bentuk materi setengah jadi dan materi jadi. Negara lain selain Indonesia selaku pengahasil rumput laut yaitu Jepang, Amerika Serikat, Kanada, daratan Eropa, Filipina, Thailand, Malaysia, India, Chili dan Madagaskar. Perkembangan ekspor selama lima tahun terakhir, menunjukan peningkatan perolehan devisa Indonesia dari rumput laut sebesar 43,04% per tahun yakni dari US$ 5,935 juta tahun 1998 meningkat menjadi US$ 15,785 juta pada tahun 2002. Perolehan devisa dari negara Spanyol, China dan USA dalam dua tahun terakhir ini memperlihatperkembangan yang menggembirakan merupakan berkembangmasing-masing sebesar 122,2% pertahunnya untuk Spanyol, 533,25% untuk China dan 184,68% untuk USA. Perolehan devisa ekspor rumput bahari Indonesia selama tahun 2002 menjangkau US$ 15,785 juta terutama berasal dari negara China senilai US$ 2,553 juta (16,17%), Spanyol senilai US$ 2,351 juta (14,90%) dan Denmark senilai US$ 2,132 juta (13,51%).
Jenis Rumput Laut Potensial
Rumput maritim dibagi dalam empat kelas ialah : Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodophyceae (ganggang merah), Cyanophyceae (ganggang biru), Phaeophyceae (ganggang coklat).
Jenis rumput maritim potensial yang dimaksud disini yakni jenis rumput bahari yang sudah dikenal digunakan diberbagai industri sebagai sumber karagin, semoga-mudah-mudahan dan alginat. Karaginofit yakni rumput maritim yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit yakni rumput bahari yang mengandung materi utama polisakarida biar-supaya keduanya ialah rumput maritim merah (Rhodophyceae). Alginofit yakni rumput maritim cokelat (Phaeophyceae) yang mengandung materi utama polisakarida alginat.
Karagenofit
Rumput maritim yang mengandung karaginan yakni dari marga Eucheuma. Karaginan ada tiga macam, yakni iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan diketahui dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Jenis rumput laut yang berpotensi yakni E. cottonii dan E. Spinosum ialah rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan materi baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea cuma sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam perjuangan budidaya. Hypnea biasanya dimanfaatkan oleh industri biar. Sebaliknya E.cottonii dan E. Spinosum dibudidayakan oleh penduduk pantai. Dari kedua jenis tersebut E. Cottonii yang paling banyak dibudidayakan lantaran usul pasarnya sungguh besar. Jenis yang lain Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea tidak ada di Indonesia, mereka merupakan rumput laut sub-tropis.
Rumput laut Eucheuma di Indonesia biasanya tumbuh di perairan yang memiliki rataan terumbu karang menempel pada substrat karang mati atau kulit kerang ataupun kerikil gamping di wilayah intertidal dan subtidal. Tumbuh tersebar nyaris diseluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput maritim Eucheuma terletak perairan pantai Nangro Aceh Darusalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatra Selatan; Bangka Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Banten/P.Panjang); DKI Jakarta (Kepulauan Seribu); Jawa Timur (Karimun Jawa, Situbondo dan Banyuwangi Selatan, Madura); Bali (Nusa Dua/Kutuh Gunung Payung, Nusa Penida, Nusa Lembongan); Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, dan Sumba); Nusa Tenggara Timur ( Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan ); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tanggara; Sulawesi Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan (pulau Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, P. Osi, Halmahera, Aru/Kai).
Agarofit
Agarofite yakni jenis rumput maritim penghasil semoga mirip Gracilaria spp. dan Gelidium spp/Gelidiella yang diperdagangkan untuk kebutuhan industri di dalam negeri maupun untuk diekspor. Agar-supaya merupakan polisakarida yang makin berkembangnilainya jikalau bisa ditingkatkan menjad agarose. Agar-biar bisa membentuk jeli mirip karaginan namun kandungan sulfatnya masih ada, bila sudah bebas dari kandungan sulfat menjadi agarose.
Kualitas mudah-mudahan-supaya yang ekstraksi dari Gelidium/Gelidiella lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam industri supaya-supaya materi dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, sedangkan dari Gracilaria masih belum mampu. Agar-mudah-mudahan dari Gracilaria sudah mampu ditingkatkan menjadi agarose, tetapi masih dalam skala laboratorium.
Jenis yang dikembangkan secara luas ialah Gracilaria spp. Di Indonesia lazimnya yang dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria verrucosa. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau dichotomy, perulangan lateral berupa silindris, meruncing di ujung dan meraih tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 - 2,0 mm. Gracilaria yang banyak dibudidayakan yaitu G. verucosa dan G. gigas , jenis ini meningkat di perairan Sulawesi Selatan ( Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros ); Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan); Lombok Barat. Gracilaria selain dipanen dari hasil budidaya juga dipanen dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik lantaran tercampur dengan jenis lain.
Alginofit
Alginofite yakni jenis rumput bahari penghasil alginat mirip Sargasssum spp., Turbinaria spp., Laminaria spp., Ascophyllum spp., dan Macrocystis spp. Sargassum dan Turbinaria banyak dijumpai di perairan laut Indonesia, sedangkan Laminaria, Ascophyllum dan Macrocystis sedikit ditemui di Indonesia, alasannya adalah jenis tersebut hidup di daerah sub-tropis.
Sargassum dan Turbinaria belum diusahakan budidaya karena sungguh sukar disamping rendemen alginate dari ke dua jenis tersebut sungguh kecil dibandingkan Laminaria yang sudah dibudidayakan di Jepang dan China, dan permintaan sargassum masih sungguh terbatas. Penyebaran Sargassum di alam sungguh luas terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah perairan pantai.
Jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomis yakni Eucheuma sp, Gracilaria sp, Gelidium sp, Sargassum sp dan Turbinaria sp. Dari jenis tersebut yang sudah dibudidayakan yaitu jenis Eucheuma sp dan Gracilaria sp. Eucheuma sp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracilaria sp bisa dibudidayakan di tambak.
Dalam budidaya rumput laut Euchema sp. yang sudah dikembangkan di Indonesia terdapat beberapa teknik yakni Metoda Lepas Dasar, Metoda Rakit Apung, Metoda Jalur (kombinasi), Metoda Rawai (Longline) dan sistem keranjang. Sedangkan budidaya rumput maritim Gracilaria sp. terdapat dua tata cara ialah Metode Tebar dan Metode Lapas Dasar.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut: penyeleksian lokasi yang memenuhi kriteria budidaya, penyediaan bibit yang cantik dan cara pembibitan, metoda budidaya dan perawatan, panen, dan penyimpanan.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut: penyeleksian lokasi yang memenuhi kriteria budidaya, penyediaan bibit yang cantik dan cara pembibitan, metoda budidaya dan perawatan, panen, dan penyimpanan.
Pemilihan Lokasi Budidaya
Faktor utama menunjang keberhasilan budidaya rumput laut yaitu penyeleksian lokasi yang tepat. Pertumbuhan rumput maritim sungguh ditentukan oleh kondisi ekologi lokal. Penentuan suatu lokasi harus diadaptasi dengan tata cara budidaya yang hendak dipakai. Penentuan lokasi yang salah berakibat fatal bagi usaha budidaya rumput laut, alasannya yakni maritim yang dinamis tidak dapat diprediksi. Dalam penyeleksian lokasi untuk budidaya rumput maritim, perlu diperhitungkan faktor resiko, fasilitas (aksesibilitas) dan faktor ekologis. Faktor tersebut saling berhubungan dan saling mendukung. Untuk memperoleh lokasi tang baik untuk budidaya, penyeleksian perlu dikerjakan di beberapa lokasi.
Faktor Resiko
a. Masalah Keterlindungan; Untuk menyingkir dari kerusakan secara fisik sarana budidaya maupun rumput maritim dari dampak angin dan gelombang yang besar, maka dibutuhkan lokasi yang terlindung. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka namun terlindung oleh adanya penghalang atau pulau di depannya.
b. Masalah Keamanan; Masalah pencurian dan tindakan sabotase mungkin dapat dialami, sehingga upaya pendekatan terhadap beberapa pemilik usaha lain atau menjalin relasi baik dengan penduduk sekitar, perlu dilakukan.
c. Masalah Konflik Kepentingan.; Beberapa kesibukan perikanan (acara penangkapan ikan, kolektorikan hias) dan program lain (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman nasional maritim) mampu besar lengan berkuasa terhadap kegiatan perjuangan rumput laut dan mampu mengusik beberapa fasilitas rakit.
Faktor Kemudahan
Pemilik perjuangan budidaya rumput laut cenderung memastikan lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kesibukan monitoring dan pengamanan keamanan bisa dilaksanakan dengan praktis. Kemudian lokasi dibutuhkan berdekatan dengan fasilitas jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan materi, fasilitas budidaya, bibit, dan hasil panen. Hal tersebut akan mengurangi ongkos pengangkutan.
Faktor Ekologis
Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain : arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, dan ketersediaan bibit dan tenaga kerja yang cekatan.
a. Arus; Rumput laut merupakan organisma yang menemukan makanan melalui fatwa air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup akan menyingkir dari terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Suhu yang bagus untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 – 28o. Arus mampu disebabkan oleh arus pasang surut. Besarnya kecepatan arus yang cantik antara : 20 – 40 cm/detik. Indikator sebuah lokasi yang memiliki arus yang manis biasanya ditumbuhi karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah.
b. Kondisi Dasar Perairan; Perairan yang mempunyai dasar kepingan-pecahan karang dan pasir berangasan, dipandang baik untuk budidaya rumput maritim Eucheuma cottonii. Kondisi dasar perairan yang demikian ialah petunjuk adanya gerakan air yang elok, sedangkan kalau dasar perairan yang terdiri dari karang yang keras, menampilkan dasar itu terkena gelombang yang besar dan kalau dasar perairan berisikan lumpur, menawarkan gerakan air yang kurang.
c. Kedalaman Air; Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii merupakan 30 – 60 cm pada waktu surut paling rendah untuk (lokasi yang ber arus kencang) metoda lepas dasar, dan 2 - 15 m untuk metoda rakit apung, tata cara rawai (long-line) dan tata cara jalur. Kondisi ini untuk menyingkir dari rumput maritim mengalami kekeringan dan memaksimalkan perolehan sinar matahari.
d. Salinitas; Eucheuma cotonii (padanan kata: Kappaphycus alvarezii) yaitu alga bahari yang bersifat stenohaline, relatif tidak tahan terhadap perbedaan salinitas yang tinggi. Salinitas yang manis berkisar antara 28 - 35 ppt dengan nilai optimum yaitu 33 ppt. Untuk menerima perairan dengan salinitas demikian perlu disingkirkan lokasi yang berdekatan dengan muara sungai.
e. Kecerahan; Rumput laut memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi guna pembentukan materi organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangannya yang masuk akal . Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 (satu) m. Air yang keruh lazimnya mengandung lumpur yang bisa membatasi tembusnya cahaya matahari di dalam air, sehingga kotoran bisa menutupi permukaan thallus, yang hendak mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya
f. Pencemaran; Lokasi yang sudah terkontaminasi oleh limbah rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut mesti disingkirkan.
g. Ketersediaan Bibit; Lokasi yang terdapat stock alami rumput laut yang mau dibudidaya, merupakan isyarat lokasi tersebut cocok untuk usaha rumput maritim. Apabila tidak terdapat sumber bibit mampu memperolehnya dari lokasi lain. Pada lokasi dimana Eucheuma cottonii bisa berkembang, lazimnya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria dan Sargassum.
h. Tenaga Kerja; Dalam menentukan tenaga kerja yang akan ditempatkan di lapangan seharusnya diseleksi yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan sekaligus mengurangi biaya transportasi.
Budidaya Rumput Laut Eucheuma, sp.
Ada beberapa metode yang lazim dipakai oleh petani, penggunaan metode yang berlainan lazimnya diadaptasi dengan keadaan lokasi budidaya. Kondisi maritim dengan dasar berpasir dan dasar laut berbatu pasti akan mengakibatkan penggunaan tata cara yang berlainan. Berikut ini beberapa metode yang umum digunakan oleh petani rumput laut.
A. Metode Lepas Dasar
Metode lepas dasar yakni metode penanaman rumput bahari Eucheuma Cottonii dengan cara menancapkan tiang pancang pada dasar maritim yang lalu dibentangkan tali selaku tempat untuk mnggantungkan bibit rumput maritim. Metode ini biasa digunakan pada kondisi laut dengan dasar berpasir dan berlumpur sehingga tiang pancang dapat menancap ke dasar laut dengan kokoh. Metode ini juga biasa dipakai pada maritim dangkal dengan kedalaman 30 hingga 60 cm pada dikala air maritim surut.
B. Metode Rakit Apung
Metode ini banyak dipakai pada perairan berkarang, dimana pada dasar maritim kawasan untuk budidaya terdiri dari kerikil karang yang tidak memungkinkan untuk memasang tiang pancang di dasar maritim. Caranya merupakan dengan membuat rakit yang yang dibuat dari bambu atau pipa paralon supaya rumput bahari dapat mengambang dipermukaan air. Kelebihan dari metode ini yakni rakit yang dibuat akan bergerak sesuai dengan pasang surut air laut sehingga kemungkinan rumput laut terpapar sinar matahari secara pribadi mampu dikesampingkan.
C. Metode Long Line
Metode ini dapat dipakai pada dasar bahari berpasir juga pada dasar maritim berkarang, peralatan yang digunakan umumnya berupa tali panjang meter yang dibentangkan, dan pada kedua ujungnya diberi jangkar serta pelampung besar. Setiap 25 meter diberi pelampung utama yang dibuat dari drum plastic.
Budidaya Rumput Laut Gracilaria, sp.
Selain digunakan selaku wilayah untuk budidaya udang dan ikan bandeng, tambak juga dipakai sebagai lahan untuk melaksanakan budidaya rumput laut jenis Gracilaria, sp. yang termasuk dalam kelas alga merah (Rhodophyta). Gracilaria, sp. merupakan materi baku pembuat supaya-mudah-mudahan yang sudah sungguh familier ditengah-tengah masyarakat Indonesia dan dijual dalam banyak sekali merk jualan . Dibeberapa kawasan rumput bahari ini disebut dengan nama yang berlawanan, di Sulawesi disebut selaku Sango- Sango, Rambu Kasang (Jawa Barat), Bulung Sangu (Bali).
Budidaya rumput laut Gracilaria, sp. lebih gampang dijalankan dibandingkan dengan rumput bahari Eucheuma, sp., alasannya adalah lokasi budidayanya berada di tambak sehingga tidak butuhdiikat karena rumput laut tidak akan hanyut terbawa air. Selain itu, juga bisa dijalankan pemupukan jikalau kondisi rumput maritim menunjukkan gejala kurang subur.
Budidaya Rumput Laut Sargassum, sp.
Sargassum sp. ialah jenis rumput maritim paling melimpah dari kalangan alga coklat (Phaeophyceae) yang tersebar di perairan tropis, termasuk di Indonesia. Lingkungan daerah meningkat Sargassum terutama di daerah perairan yang jernih dengan substrat dasar kerikil karang, karang mati, batuan vulkanik, dan benda-benda yang bersifat massive yang berada di dasar perairan. Sargassum berkembang di tempat intertidal, subtidal, sampai daerah tubir dengan ombak besar dan arus keras.
Kedalaman untuk pertumbuhan dari 0,5-10 m. Sargassum bisa berkembang sepanjang tahun, bersifat perenial atau setiap demam info barat maupun timur mampu ditemui di banyak sekali perairan. Namun demikian, secara biasa budidaya rumput maritim Sargassum sp. belum banyak dilaksanakan oleh para pembudidaya, alasannya secara alami, jenis rumput laut ini masih tersedia dalam jumlah melimpah.
Saat ini Indonesia baru mampu memproduksi sekitar 22 jenis (item) produk olahan yang berasal dari bahan mentah rumput maritim jenis euchema cottonii. Sementara, di beberapa negara yang lain, mirip Filipina ketika ini sudah mampu memproduksi nyaris sekitar 150 jenis produk olahan rumput maritim karagenan. Produk olahan karagenan biasa digunakan industri masakan selaku materi pengental, pengemulsi dan stabilisator suhu.
mesti di isi/search?q=mengetahui-prinsip-prinsip-dan-tata cara