Udang galah merupakan komoditas perikanan air tawar yang sungguh memiliki potensi untuk dibudidayakan secara komersial. Pertumbuhan yang cepat, ukuran yang besar, tingkat prevalensi penyakit yang rendah, dan seruan pasar yang luas, baik pasar domestik maupun ekspor, merupakan potensi yang memunculkan komoditas ini memegang peran penting dalam usaha budidaya perikanan air tawar di Indonesia. Sosialisasi kesempatan dan teknologi budidaya lewat aneka macam media ternyata cukup efektif dalam mendorong perkembangan komoditas yang menerima sebutan Baby Lobster ini.
Selain usaha pembesaran dalam skala besar oleh pengusaha dengan teknologi dan modal memadai, ternyata budidaya udang galah juga mulai menjadi alternatif opsi bagi para pembudidaya ikan skala pedesaan di beberapa tempat di pulau Jawa. Keterbatasan wawasan ihwal bagaimana teknologi budidaya yang efektif dan irit merupakan salah satu urusan yang perlu secepatnya dipecahkan sehingga kegiatan budidaya yang sudah ada dapat lebih berkembang. Rangkaian langkah berikut ialah solusi untuk menuju kesuksesan usaha pembesaran udang galah, yakni: pengelolaan kolam, penyeleksian benih unggul, penggunaan substrat (shelter), penanganan kualitas air, penyeragaman ukuran benih, pemeliharaan benih tunggal kelamin (monosek), santunan pakan, dan tata cara pertolongan yang sempurna.
Pengelolaan Kolam
Udang galah merupakan biota air tawar yang sungguh sensitif terhadap pergantian lingkungan sehingga memerlukan penanganan spesifik dalam pemeliharaannya. Kualitas air untuk budidaya udang galah mampu dibilang mesti lebih elok dari komoditas ikan tawar lainnya, alasannya udang sungguh sensitif dan mudah stres terhadap menurunnya kualitas air. Fenomena perubahan kulit (moulting), yang merupakan rangkaian proses udang untuk berkembang, memiliki efek pada melemahnya kondisi udang. Kondisi tersebut mengakibatkan udang makin sensitif terhadap menurunnya kualitas lingkungan hidupnya. Untuk memenuhi keperluan lingkungan maksimal bagi kehidupan udang galah maka rangkaian pembuatan kolam mesti dilakukan secara seksama.
Pengolahan dasar kolam ialah langkah awal yang akan menentukan berhasil tidaknya kegiatan budidaya. Pengetahuan mengenai derajat keasaman tanah, komposisi dan tekstur tanah kolam akan sangat membantu dalam upaya pengerjaan kolam. Secara lazim udang lebih menggemari dasar kolam yang sedikit berlumpur dan tidak porous. Lumpur yang dalam ialah kondisi yang tidak menguntungkan sehingga pengangkatan lumpur dari dasar bak, sehabis satu siklus acara pembesaran selama 4--6 bulan, ialah kegiatanprimer yang mau lebih menjamin kesuksesan usaha budidaya. Udang galah bersifat bentik, merupakan hidup di dasar kolam, sehingga udang akan menyantap pakan yang jatuh ke dasar.
Cara udang mengambil pakan juga unik, ialah dengan memakai kaki jalan kedua sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama ketimbang ikan kebanyakan. Kebiasaan hidup udang tersebut menjadikan lumpur kolam yang tebal sebagai masalah yang serius dalam usaha pemeliharaan udang galah. Kondisi lumpur dasar bak yang tebal sangat menghalangi perkembangan udang alasannya yakni pakanyang lolos dan terjebak dalam lumpur akan mempercepat penimbunan materi organik, yang disusul oleh proses biodegradasi oleh basil. Proses biodegradasi materi organik akan membuat senyawa racun, mirip amonia dan nitrit yang membahayakan kehidupan udang. Bakteri pendegradasi materi organik juga memakan oksigen terlarut dalam jumlah yang besar, sehingga kondisi kualitasair kolam makin menurun.
Dalam proses pengerjaan dasar kolam, pengapuran juga terkadang harus dijalankan. Kegiatan pengapuran dijalankan sehabis dasar kolam digemburkan dan diratakan. Pengapuran selain berfungsi untuk mengembangkan kebasaan kolam, mudah-mudahan meraih keadaan maksimal (pH7-8,5), juga berfungsi membunuh telur-telur ikan predatordan jamur. Dosis yang diusulkan dalam acara pengapuran yaitu 600-1.000 kg/ha.
Udang galah dengan beberapa tingkah laku khas, mirip gerakan yang lambat, kebiasaan makan yang lambat, dan proses moulting menimbulkan banyak biota lain berpotensi selaku kompetitor dan atau predator baginya. Oleh alasannya yakni itu, pematang yang higienis akan menolong dalam mengontrol eksistensi predator, menyerupai ular, musang, dan burung. Pematang juga harus dipelihara dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran, yang akan membuka peluang masuknya ikan yang bisa menjadi kompetitor atau pemangsa. Pada kolam pembesaran udang galah seringkali didapati berbagai jenis ikan, mirip nila, gabus, dan lele yang memunculkan udang galah yang menimbulkan derajat sintasan rendah.
Pemupukan ialah proses penyediaan pakan alami bagi benih udang galah. Udang muda hingga dewasa memiliki kebiasaan mengaduk-aduk dasar kolam untuk memperoleh masakan alami, seperti cacing dan kerang-kerangan. Benih udang ukuran 1--3 gram ternyata berkembang lebih cepat dalam kolam yang sebelumnya dilaksanakan pemupukan daripada kolam tanpa pemupukan. Selain untuk menumbuhkan pakan alami, berupa fitoplankton dan zooplankton, pemupukan juga berfungsi mengurangi tingkat penetrasi cahaya matahari, sehingga mampu menghambat pertumbuhan lumut di dasar kolam, serta membuat lingkungan yang lebih aman bagi kehidupan udang, yang lebih menggemari kawasan yang tersembunyi dan relatif gelap.
Kegiatan pemupukan lazimnya dilakukan 7--10 hari sebelum benih ditebar, dengan memakai kotoran ayam kering dengan dosis 100 kg/ ha, yang diikuti 15 kg/ha urea, dan 10 kg/ha TSP. Kompos dengan kualitas anggun dan siap digunakan juga sudah beredar di pasaran kawasan Jabotabek. Kompos dipakai ketika persiapan bak dan beberapa kali pada satu bulan pertama abad pemeliharaan sehingga pakan alami, utamanya jasad bentik, tersedia di kolam. Pemupukan dengan kompos komersial tersebut mampu menjamin ketersediaan pakan alami, sehingga dalam tahap pendederan dan pembesaran satu bulan permulaan tidak diharapkan pakan aksesori/buatan.
Pemilihan Bibit Unggul
Benih memegang peranan yang sungguh vital dalam menunjang kesuksesan acara pembesaran udang galah. Secara biasa , benih dibilang unggul bila memiliki tingkat perkembangan yang cepat, daya penyesuaian lingkungan yang baik, serta memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap insidensi penyakit. Secara sederhana, untuk memperoleh benih unggul ialah dengan mengetahui asal induk yang dipakai dan sistem pembenihannya. Kenampakan visual benih yang elok yaitu tidak cacat atau necrosis, dan lincah atau aktif berenang apabila dipindahkan ke wadah lain. Benih unggul akan lebih mudah diperoleh pada unit pembenihan dan pendederan dengan fasilitas yang mencukupi, dengan tunjangan sumber daya pelaksana yang piawai. Hal tersebut, disebabkan pada metode pemeliharaan intensif pakan yang diberikan mempunyai mutu baik.
Penggunaan benih yang sudah sampaumur, mirip yang dihasilkan dari kegiatan pendederan selama 30-60 hari (ukuran 1-5 gram) juga akan lebih menjamin kesuksesan dalam usaha pembesaran. Benih dengan ukuran tersebut akan lebih bisa mengikuti keadaan kepada pergeseran lingkungan, serta lebih mempunyai kesanggupan mengelak dari predator dibandingkan benih dengan ukuran yang lebih kecil (PL-15). Benih juga dinyatakan lebih baik kualitasnya apabila mempunyai ukuran seragam. Benih dengan ukuran yangseragam diharapkan mempunyai kesanggupan yang serupa dalam memperoleh pakan, sehingga dapat dicapai ukuran panen yang seragam pula. Biasanya benih dengan ukuran tebar lebih besar akan cenderung meningkat lebih cepat, sehingga memacu datangnya sifat kanibalisme kepada benih dengan ukuran lebih kecil.
Penggunaan Substrat
Dalam perjuangan pendederan dan pembesaran udang galah, keberadaan kawasan naungan, atau shelter, bagi udang galah sangat penting. Shelter dibutuhkan untuk persembunyian udang yang sedang moulting, sehingga bisa meminimalkan tingkat kanibalisme, dan memperluas area untuk udang menempel. Ketika kadar oksigen terlarut di dasar bak sangat rendah, shelter juga sungguh diperlukan oleh udang. Pada kondisi tersebut, sebagian besar udang akan berada di permukaan shelter yang dekat permukaan air, sehingga udang bisa mendapatkan lingkungan dengan kandungan kadar oksigen terlarut lebih tinggi.
Bentuk dan materi shelter cukup bermacam-macam. Umumnya petani menggunakan pelepah daun kelapa atau pohon palem sebagai shelter. Namun demikian, penggunaan shelter dari daun kelapa dan palem dirasa kurang elok. Bahan tersebut cepat bau sehingga mempunyai potensi mengotori kolam, praktis karam sampai dasar kolam sehingga akan tertimbun oleh endapan lumpur, serta kurang efektif dalam memperlihatkan ruang yang tenteram bagi udang yang berganti kulit. Berdasarkan serangkaian penelitian dan pengujian, sekarang sudah diperoleh tipe shelter yang maksimal dalam pemeliharaan udang galah, yaitu shelter tipe bertingkat atau dimengerti selaku appartement shelter.
Pemeliharaan udang galah di kolam dengan luasan 500 m2, yang di dalamnya ditempatkan shelter bambu bentuk apartemen, sudah berhasil diperoleh hasil panen udang galah sebanyak 350 kg, dengan size 30. Melalui penempatan shelter bambu bertingkat sebanyak 75% luasan kolam, maka kepadatan tebar benih juga bisa ditingkatkan sampai mencapai 25 ekor/m2. Hasil panen yang diperoleh tersebut tergolong sangat tinggi dibandingkan pada pemeliharaan udang galah dengan bentuk shelter sederhana, dan luas shelter 20% luasan kolam. Rata-rata produksi udang galah pada kolam seluas 700--1.000 m2 baru menjangkau 150--250 kg. Penempatan naungan buatan pada kolam pemeliharaan udang galah akan mampu mengembangkan padat penebaran, sehingga bikinan yang diperoleh juga meningkat.
Penanganan Kualitas Air
Kualitas air memegang peranan yang sungguh penting bagi kehidupan udang yang dipelihara. Air bak dibilang baik bila bisa menunjang kehidupan ikan atau udang yang dipelihara. Timbulnya penyakit pada pemeliharaan udang lazimnya diawali dengan mutu air bak yang kurang baik. Kondisi tersebut lazimnya disebabkan oleh padat penebaran yang terlalu tinggi, dan penggunaan pakan bikinan yang kurang sempurna. Secara biasa , parameter fisika-kimia air yang mempengaruhi kehidupan ikan atau udang mencakup suhu, kesadahan, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, pH, kadar amonia, dan nitrit. Tingkat kehilangan pakan (pakan tidak terkonsumsi) yang tinggi membuat mutu air mengalami penurunan yang cepat, yang ditandai dengan kadar amonia dan nitrit yang tinggi. Untuk menanggulangi urusan tersebut, maka pergantian air merupakan hal yang mesti dilakukan secara berkala , khususnya pada budidaya udang galah skala semi intensif dan intensif. Melalui perubahan air secara bersiklus , diharapkan kolam terhindar dari akumulasi limbah sisa pakan, yang mengganggu kehidupan udang.
Pada pemeliharaan udang secara intensif, kandungan oksigen terlarut yang rendah juga harus disingkirkan. Beberapa cara mampu ditempuh untuk bikin kadar oksigen tinggi, di antaranya dengan menempatkan beberapa kincir, atau memodifikasi air masukan dengan sistem pancuran air. Kondisi maksimal untuk pemeliharaan udang galah yakni: suhu air antara 27°C-30°C, oksigen terlarut sekurang-kurangnya3 mg/L; kesadahan 20-200 mg/L; dan pH 7,0-8,5. Sementara itu, batas kadar amonia (NH3) yang aman bagi perkembangan udang adalah di bawah 0,1 mg/L. Kadar amonia yang meraih 0,6 mg/L mampu mematikan udang dalam waktu singkat.
Melalui pertolongan pakan yang sempurna serta masukan air yang tersadar dibutuhkan mutu air akan tetap terjamin hingga pemeliharaan udang berlangsung dua bulan. Apabila kualitas air masih baik, maka penggunaan kincir belum diperlukan. Namun demikian, setelah udang berkembang mencapai ukuran 10 gram, dengan jumlah pakan yang tinggi, mekanisme suplai oksigen ke air harus dijalankan. Kondisi mutu air yang kurang baik di indikasikan dengan banyaknya udang yang melekat di pematang kolam atau di atas shelter, utamanya di pagi hari. Dalam kondisi demikian, maka pemasangan kincir air atau metode air pancuran harus dijalankan.
Monitoring mutu air bagi pembudidaya dengan luasan cukup besar mampu dilaksanakan dengan berbagai alatdan indikator kit yang telah ada. Monitoring parameter oksigen terlarut, kadar amoniak, dan nitrit sebaiknyadilakukan setiap hari pada pagi hari. Sementara bagi pembudidaya dengan luasan dan modal terbatas monitoring kelayakan air bak mampu dijalankan secara sederhana, dengan cara mengamati perilaku udang, serta warna dan bacin air utamanya di pagi hari.
Penyeragaman Ukuran dan Monosex
Meskipun kita sudah menggunakan benih dengan ukuran seragam, namun pada perkembangannya udang yang kita pelihara akan mengalami variasi ukuran. Udang galah jantan lazimnya akan condong meningkat lebih singkat dibandingkan betinanya. Kegiatan grading mampu dijalankan sehabis pembesaran telah berlangsung sekitardua bulan, di mana udang sudah meraih ukuran 6-7 gdan cukup gampang untuk dibedakan antara jantan dan betina. Melalui acara size-grading akan diperoleh total panen yang lebih tinggi serta rata-rata berat yang seragam. Program grading juga dijalankan untuk mendapatkan populasi udang dengan keadaan tunggal kelamin (monoseks) jantan. Melalui pemeliharaan udang galah tunggal kelamin jantan diperoleh peningkatan total buatan yang cukup besar, yaitu dari 2.500-3.000 kg/ha (campur jantan-betina) menjadi 4.700 kg/ha (tunggal kelamin jantan) dengan kurun pemeliharaan yang serupa, yakni 150 hari.
Melalui pemeliharaan tata cara monoseks kemungkinan diperoleh udang dengan ukuran lebih besar juga akan lebih cepat, sehingga pembudidaya akan memperoleh harga jual udang lebih tinggi. Harga udang galah di pasar lokal untuk ukuran 30-40 gram/ekor yakni Rp 20.000,-Rp 25.000,-, sementara udang dengan ukuran meraih 75-100 gram (10-15 ekor/kg) mampu meraih Rp 40.000,-Rp 50.000. Secara lazim ikan yang dipelihara secara monoseks akan tumbuh lebih cepat, karena energi yang dimiliki akan digunakan secara optimal untuk kemajuan, sementara dalam pemeliharaan campur sebagian energi akan dipakai untuk proses reproduksi.
Melalui pemeliharaan tata cara monoseks kemungkinan diperoleh udang dengan ukuran lebih besar juga akan lebih cepat, sehingga pembudidaya akan memperoleh harga jual udang lebih tinggi. Harga udang galah di pasar lokal untuk ukuran 30-40 gram/ekor yakni Rp 20.000,-Rp 25.000,-, sementara udang dengan ukuran meraih 75-100 gram (10-15 ekor/kg) mampu meraih Rp 40.000,-Rp 50.000. Secara lazim ikan yang dipelihara secara monoseks akan tumbuh lebih cepat, karena energi yang dimiliki akan digunakan secara optimal untuk kemajuan, sementara dalam pemeliharaan campur sebagian energi akan dipakai untuk proses reproduksi.
Pemberian Pakan
Selain mempergunakan keberadaan pakan alami, selama pemeliharaan udang galah perlu diberikan pakan suplemen, berbentukpelet udang dengan kadar protein 28%-32%. Kesuburan pakan alami sangat di pengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan kolam sehingga pemanfaatan pakan alami secara mutlak hanya bisa dilaksanakan untuk budidaya udang galah dengan kepadatan rendah. Untuk mendapatkan bikinan yang optimal maka penggunaan pakan yang berkualitas dan tata cara santunan yang tepat merupakan mekanisme yang mesti dikerjakan dalam budidaya metode intensif dan semi intensif. Pakan mesti diberikan merata keseluruh luasan kolam.
Pada pemeliharaan secara monokultur jumlah pakan pemanis yang diberikan sejumlah 20% pada dua minggu pertama, menurun hingga 5% dari bobot badan total populasi, dengan frekuensi perlindungan 4-5 kali sehari. Sementara itu, pada pemeliharaan secara polikultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 6% menurun hingga 3% dari bobot tubuh total populasi, dengan frekuensi derma 4-5 kali sehari. Oleh alasannya adalah sifat makan udang yang lambat maka pakan yang dipakai mesti mempunyai kestabilan yang tinggi di air, sehingga akan efektif disantap oleh udang. Untuk mengetahui respon udang terhadap pakan yang diberikan maka penempatan ancodi setiap sudut bak sangat diharapkan. Selain selaku fasilitas untuk menyelidiki efektivitas dan mutu pakan yang digunakan, anco juga ialah alat bantu untuk mengenali kondisi dan ukuran udang.
Selain mempergunakan keberadaan pakan alami, selama pemeliharaan udang galah perlu diberikan pakan suplemen, berbentukpelet udang dengan kadar protein 28%-32%. Kesuburan pakan alami sangat di pengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan kolam sehingga pemanfaatan pakan alami secara mutlak hanya bisa dilaksanakan untuk budidaya udang galah dengan kepadatan rendah. Untuk mendapatkan bikinan yang optimal maka penggunaan pakan yang berkualitas dan tata cara santunan yang tepat merupakan mekanisme yang mesti dikerjakan dalam budidaya metode intensif dan semi intensif. Pakan mesti diberikan merata keseluruh luasan kolam.
Pada pemeliharaan secara monokultur jumlah pakan pemanis yang diberikan sejumlah 20% pada dua minggu pertama, menurun hingga 5% dari bobot badan total populasi, dengan frekuensi perlindungan 4-5 kali sehari. Sementara itu, pada pemeliharaan secara polikultur jumlah pakan tambahan yang diberikan mulai 6% menurun hingga 3% dari bobot tubuh total populasi, dengan frekuensi derma 4-5 kali sehari. Oleh alasannya adalah sifat makan udang yang lambat maka pakan yang dipakai mesti mempunyai kestabilan yang tinggi di air, sehingga akan efektif disantap oleh udang. Untuk mengetahui respon udang terhadap pakan yang diberikan maka penempatan ancodi setiap sudut bak sangat diharapkan. Selain selaku fasilitas untuk menyelidiki efektivitas dan mutu pakan yang digunakan, anco juga ialah alat bantu untuk mengenali kondisi dan ukuran udang.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai sekilas tata cara budidaya pembesaran udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man). Dimuat berdasarkan http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/ma/article/viewFile/1563/1225. Gambar di muat dari hasil pencarian google gambar dengan kata kunci "udang galah, budidaya udang galah, pembesaran udang galah, benih udang galah, metede budidaya pembesaran udang galah". Sekian, biar bermanfaat!! Terimakasih.